Minggu, 14 November 2010
Pedang Tanpa Nama Untuk Myeongseong
Lady Myeongseong tidak pernah mau tunduk pada kekaisaran Jepang. Teman-temannya perempuan berbagai macam bangsa. Sahabatnya orang Perancis, yang memperkenalkannya dengan korset. Sikapnya itu membuat dia mati di ujung samurai intel Jepang tahun 1895, sebagai ratu terakhir yang ikut memerintah Korea setelah Seondeok dan Jindeok.
Meskipun terlahir bukan dari keturunan ningrat, kelakuan dan sikap Lady Myeongseong lebih mulia dari golongan ningrat. Sayangnya, Myeongseong punya suami Raja Gojong dari golongan ningrat yang sikapnya tidak ningrat sama sekali. Setelah dia terbunuh, Raja Gojong tidak pernah lagi kembali ke Istana Gyeongbok, istana langit yang terletak di pusat jantung kota Seoul ini tidak berpenghuni setelah Myeongseong terbunuh.
Sepenggalan sejarahnya difilmkan di "The Sword With No Name" tapi sayangnya, lebih ditonjolkan romance-nya dari pada sejarahnya. Sebagai penyuka sejarah, saya mendapatkan sedikit sekali informasi soal Myeongseong. Tidak seperti Seondeok, yang bahkan sampai bisa saya kunjungi makamnya di Gyeongju. Myeongseong hanya saya dapatkan infonya sekilas. Tapi informasi yang ada dalam wikipedia sangat jelas. Di wikipedia digambarkan kisah hidupnya yang dramatis, politis, separatis, sekaligus reformis yang berakhir di ujung pedang, seorang mata-mata Jepang.
Tapi saya suka, kisah percintaan Myeongseong dalam "The Sword of No Name". Kisah cintanya dengan pengawal pribadi yang bahkan mencintainya semenjak Myeongseong belum menjadi Ratu (saat masih memakai nama Min Ja Young). Seperti kebanyakan film-film Korea yang romantis banget, sedih banget, heroik banget dan terkadang lebay banget. Saya pun banjir air mata melihat Myeongseong mati pasang badan di depan tubuh Mu Myoung (body guard sekaligus
cintanya).
Mu Myoung (artinya tanpa nama, karena kisah percintaan mereka fiksi), sungguh pemuda idaman para perempuan. Pria bermuka lucu, gentleman, berbadan tinggi tegap, tapi polos. Cintanya untuk Myeongseong tidak pernah terbayar saat dia hidup. Cinta baru menunjukkan kekuatannya ketika mereka berdua menghadapi sakaratul maut (yah dari pada nggak sama sekali kan??? mungkin begitu pikir sutradara)
Kisah ini hampir mirip dengan sinetron Queen Seondeok dan Sangdadeung Bidam. Pas mereka mati, baru ada yang sadar salah satu dari mereka, kalau mereka saling mencintai (capee deeh).
Kembali ke track sejarah, film ini jadi mengingatkan saya akan kisah renovasi istana Gyeongbok. Istana langit ini sempat ditinggalkan raja dan keluarganya. Hingga dikuasai Jepang untuk beberapa tahun. Tapi, dengan keuletan abdi dalem dan para pegawai istana, Istana Langit itu tetap bisa berdiri. Dan setelah Korea merdeka, istana itu kini terbangun kembali.
Dalam sejarah asli yang digambarkan Misionaris Amerika, Lilias Underwood, bahwa Sang Ratu adalah perempuan yang sangat menonjolkan kecerdasan dan kekuatan karakternya, dari pada kecantikannya. Dia jarang menggunakan anting dan perhiasan di tubuhnya. Dia ikut berpolitik dan lawan politiknya yang paling besar adalah ayah mertuanya sendiri, yang bekerja untuk Jepang, Heungseon Daewongun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar