Senin, 14 Mei 2012
Yakseon Makan Sehat Dari Alam
Kata "yakseon," secara harfiah berarti "makanan yang berfungsi sebaik obat," makanan jenis ini sekarang menyebar ke pusat-pusat komunitas dan kelas memasak di Korea yang mengajarkan prinsip-prinsip dasar resep rumah. Menjelang musim festival regional beberapa bulan ke depan , yakseon akan diperkenalkan dalam presentasi dan rasanya.
Biasanya warga Korea yang sudah agak tua dan akan pensiun memiliki keinginan yang besar untuk belajar yakseon. Mereka sangat bersemangat untuk belajar tentang memasak makanan alami yang dapat menjaga kesehatan diri dan keluarga mereka.
Meskipun baru saja diperkenalkan, yakseon telah lama ada dalam sejarah Korea dengan prinsip dasar pengobatan tradisional Korea. Pada dasarnya Yakseon dibuat berdasarkan pemikiran holistik pada keseimbangan alam semesta. Di dalamnya terkandung unsur yin dan yang - dua energi utama yang mengatur alam semesta.
Filosofi Yakseon memandang bahwa semua manusia terhubung dan merupakan sebagian dari alam semesta. Sama halnya dengan mahluk hidup lainnya seperti tumbuhan dan hewan. Filosofi ini penting dalam menjaga kesehatan, hidup dalam keseimbangan, serta menghindari penyakit, yang dipandang sebagai suatu hal yang tidak seimbang," Sebagai bagian dari alam yang harmonis, bahan-bahan lokal dan alami diyakini mengandung energi yang diperlukan bagi ketersediaan sumber gizi terbaik bagi orang yang tinggal di suatu daerah.
Salah satu prinsip mengolah Yakseon adalah "Yakshik Dongwon," atau "obat dan berbagi makanan dengan akar yang sama." Banyak tumbuh-tumbuhan dan beberapa sayuran yang tidak hanya digunakan sebagai bahan untuk masakan sehari-hari, melainkan juga untuk tonik tradisional atau obat-obatan. Saat ini Korea Food and Drug Administration (KFDA) telah mendaftarkan 117 tanaman obat yang dapat digunakan sebagai bahan makanan.
Meskipun prinsip Yakseon berakar dari masakan tradisional Cina, Korea telah menetapkan memiliki pijakan sendiri dengan menggunakan bahan-bahan lokal yang belum tentu ada di negara lain. Korea mengklaim mengembangkan resep dan melanjutkan penelitian mereka sendiri. Hal ini berdasarkan pada sejarah keilmuan farmasi Korea yang menjelaskan posisi setara koki kerajaan dengan dokter kerajaan di masa Dinasti Goryeo (918-1392).
Bahkan Korea juga memiliki Ensiklopedia medis yang komprehensif bernama Donguibogam. Ensiklopedia ini diterbitkan pada tahun 1613 yang kemudian didaftarkan sebagai warisan budaya di UNESCO tahun 2009. Donguibogam membagi bahan obat dalam tiga kategori, yaitu obat untuk menjaga kesehatan, mencegah penyakit tertentu, atau untuk mengobati penyakit.
Penggunaan Yakseon dalam pengobatan disesuaikan dengn durasi waktu terbatas. Namun, peran Yakseon sebagai obat pencegahan dalam bentuk makanan apapun dianggap sama. "Kesalahpahaman umum adalah bahwa makanan Yakseon harus dimasak dengan bahan ramuan obat," kata Jo Jeong, profesor dari Program Diet Tradisional Obat-obatan, yang juga disebut Program Yakseon, dari Myongji University.
Jeong menambahkan, kebiasaan makan yang tepat, tidak terlalu banyak, dan memakan makanan dari alam dan bahan-bahan lokal, serta diikuti dengan olahraga teratur dianggap sebagai bagian dari filosofi yakseon. "Fokusnya datang dari aliran alam pada makanan, hal ini lebih baik daripada mengonsumsi semua obat pengetahuan yang tepat."
Rabu, 30 November 2011
Daemokjang, Seni Memahat Kayu
Dari tiga daftar warisan kebudayaan yang diumumkan sebagai kekayaan budaya Korea terbaru, saya paling tertarik dengan seni Daemokjang atau seni memahat dan melukis kayu. Bagunan sederhana seperti Hanok (rumah tradisional Korea) selau memakai seni Daemokjang.
Sebenarnya, Daemokjang khusus digunakan bagi para pemahat kayu yang kayunya digunakan untuk membangun rumah. Apabila dilihat lebih dekat, bagian yang paling unik menurut saya adalah atap kayu dan kayu penyangganya.
Saya menduga, Daemokjang inilah yang diterapkan dalam seni menggambar dan memahat kayu penyangga atap. Kayu yang digunakan untuk menyangga biasanya digambar lebih dulu, kemudian diwarnai. Biasanya warna didominasi merah dan bermotif naga langit.
Daemokjang ini sangat berperan besar dalam menentukan keindahan Hanok. Apalagi atap Hanok tidak seperti atap kebanyakan. Bukan membentuk prisma, atap Hanok malah melengkung ke atas. Semakin tinggi status bangunan, maka semakin besar sudut lengkungnya. Lihat saja lengkung atap Istana Gyeongbok atau kuil-kuil Budha. Terkadang para seniman Daemokjang ini menambahkan ornamen patung monyet di tiap-tiap ujungnya.
Senin, 20 Juni 2011
The Story Only I Didn't Know
정말 넌 다 잊었더라
반갑게 날 보는 너의 얼굴 보니
그제야 어렴풋이 아파오더라
새 살 차오르지 못한 상처가
눈물은 흐르질 않더라
이별이라 하는 게 대단치도 못해서
이렇게 보잘것없어서
좋은 이별이란 거
결국 세상엔 없는 일이라는 걸
알았다면 그때 차라리 다 울어둘 걸
그때 이미 나라는 건
네겐 끝이었다는 건
나만 몰랐었던 이야기
사랑은 아니었더라
내 곁에 머물던 시간이었을 뿐
이제야 어렴풋이 알 것만 같아
왜 넌 미안했어야만 했는지
내가 너무 들떴었나 봐
떠나는 순간마저 기대를 했었다니
얼마나 우스웠던 거니
좋은 이별이란 거
결국 세상엔 없는 일이라는 걸
알았다면 그때 차라리 다 울어둘 걸
그때 이미 나라는 건
네겐 끝이었다는 건
나만 몰랐었던 이야기
Kamis, 16 Juni 2011
Seondeok, Ratu Bijaksana Yang Dianugrahi Kecerdasan dan Intelektualitas
Seondeok memerintah sebagai Ratu Silla, salah satu kerajaan di era tiga kerajaan, dari 632-647 masehi. Seondeok adalah Ratu ke 27 yang memerintah Silla, dan ratu pertama sepanjang sejarah berdirinya negara-negara Semenanjung Korea. Dia memerintah di akhir periode tiga kerajaan, ketika banyak sekali pemberontakkan terjadi diantara Silla, Baekje, Goguryeo dan juga Kerajaan Tang dari China. Ratu Seondeok menggunakan kecerdasan, kecerdikan dan pesonanya untuk memerintah kerajaannya, serta menjaga pertarungan berat dalam pertarungan dengan dua kerajaan lainnya. Selama pemerintahannya, ajaran Budha berkembang pesat, dan aliran Budha Zen (Seon) mulai diperkenalkan di Korea. Aspek Kebudayaan dan Pendidikan sangat diutamakan di bawah kepemimpinannya. Hanya perlu beberapa dekade untuk mengontrol Baekje dan Goguryeo. Hampir seluruh kerajaan di bagian selatan Semenanjung Korea berhasil diunifikasi untuk pertama kali hanya beberapa dekade setelah pemerintahannya.
Sejarah Seondeok,
Raja Jinpyeong dan penasihatnya menghadapi dilema yang dasyat saat harus memilih penerusnya. Jinpyeong yang sudah memerintah hampir 40 tahun lamanya., hanya memiliki 3 orang putri, dan tidak memiliki anak laki-laki sama sekali. Dia lalu mengirimkan permainsurinya ke kuil untuk dijadikan biarawati, dan mengawini selir lain, tetapi tidak juga berhasil memiliki seorang putra. Selama pemerintahan Dinasti Silla, hanya seseorang dari turunan "tulang murni" (Seonggol--Orang yang kedua orang tuanya juga turunan tulang murni) yang bisa memerintah kerajaan. Semakin bertambahnya waktu, semakin sulit untuk memenuhi persyaratan keturunan ini. Keturunan Seonggol dari waktu ke waktu mengalami penurunan secara bertahap.Hanya 3 putri Raja Jinpyeong dan sepupunya, Raja Seungman yang bisa memenuhi persyaratan ini. Kandidat yang paling memiliki kualifikasi dari golongan Jinggeol adalah Kim Youngchun, namun pada akhirnya Seondeok yang terpilih sebagai penerus Jinpyeong. Karena ia merupakan keturunan tulang murni dan disetujui oleh Raja Jinpyeong, serta para penasihatnya
Meskipun saat itu di Silla mengizinkan adanya penguasa perempuan, pada periode tertentu, seperti Ratu, serta kepala daerah perempuan, tetap saja, seorang Raja perempuan bukanlah suatu yang biasa. Perempuan Silla bisa menjadi kepala keluarga sejak keturunan garis matrilineal sama derajatnya dengan garis keturunan patrilineal dan saat dimana ajaran Konfusius yang menempatkan perempuan dalam posisi subordinate di bawah laki-laki belum begitu populer di Korea. Sampai kemudian ajaran Konfusius berkembang di era Dinasti Joseon. Sehingga selama pemerintahan dinasti Silla, status perempuan relatif tinggi. Meskibegitu, perempuan belum pernah dipilih sebagai penguasa sebelumnya. Sebelum memilih Seondeok sebagai penerusnya, Raja Jinpyeong dan para penasihatnya melakukan perenungan yang mendalam. Hanya beberapa dekade setelah itu, tidak ada lagi calon dari golongan "Tulang Murni" yang bisa dipilih sebagai penguasa, dan singgasana kerajaan terpaksa turun kepada seorang laki-laki dari "Tulang Sampingan" (Jingol Man).
Pada tahun 634 Masehi, Seondeok menjadi penguasa tunggal Kerajaan Silla, dan memerintah hingga tahun 647 MAsehi. Dialah penguasa perempuan pertama dari Kerajaan Silla dan berbeapa saat kemudian digantikan oleh sepupunya Ratu Jindeok, yang memerintah hingga tahun 654 Masehi.
Seperti Ratu Elizabeth I dari Inggris, Seondeok mendorong kemajuan dalam bidang keilmuan, literatur, dan seni yang memiliki pengaruh kuat dalam budaya Silla. Dia juga mencorong perdamaian dan keseimbangan antara kelompok beragama di Korea yang beraneka ragam jenisnya.
Periode keseharian pemerintahan Ratu Seondeok banyak diwarnai kekerasan, pemberontakan, dan perang dengan kerajaan tetangganya, Baekje. Tidak sampai 14 tahun memerintah di Korea, ia menggunakan kekuasaanya, untuk meraih suatu keuntungan besar. Dia menjaga keberlangsungan dan hubungan baik dengan kerajaan China, dengan memberikan beberapa beasiswa dan mengirimkan rakyatnya untuk belajar di sana.
Seperti Dinasti Tang yang dipimpin oleh permaisuri Wu Zetian, ia tertarik pada Buddhisme dan memimpin pembangunan kuil Buddha. Ajaran Budha telah perlahan-lahan memperoleh popularitas pada abad itu dan digunakan sebagai dasar pemerintahan Seondeok. Selama periode ini beberapabiarawan Korea yang paling terkenal kembali dari belajar di China . Dua biarawan terkenal pada zaman ini adalah, Weon'gwang (圆 光 c. 570 -) dan Jajang (慈 藏). Sekembalinya, mereka dari China, mereka membawa banyak tulisan suci, dan aktif dalam penyebaran agama Budha di Korea.
Kedua biksu ini kemudian mengkonstruksi candi Budha. Jajang, yang adalah seorang sarjana terkenal yang cukup besar dalam bidang Gyeyul dan Weonyung, dia terkenal karena telah menjadi kekuatan utama dalam mendirikan sangha Korea (komunitas biara), dan membantu keberlangsungan lembaga yang mendukung ajaran Buddha, sebagai agama nasional. Hal ini semakin memperkuat dokumentasi, bahwa Ratu Seondeok mempelajari ajaran Budha dengan sangat serius dan ditahbiskan menjadi biarawati. Sejumlah besar kuil Budha ia bangun, dan diserahkan pengelolaannya kepada biarawan Jajang dan biarawan lain selama pemerintahannya.
Berikut ini beberapa bangunan di antara banyak bangunan yang dibangun Ratu Seondeok pada masa pemerintahannya :
1. Kuil Hwangnyongsa,
Dibangun setelah jaman Yi Ch'a-don, menghabiskan waktu 93 tahun dan bru selesai selesai pada tahun 645 Masehi, atau selama pemerintahan Ratu Seondeok. Hwangnyongsa dikenal sebagai pagoda kayu yang sangat besar dengan tinggi 224 meter dan luas 78 meter persegi. Pagoda ini terdiri dari delapan pilar batu setiap sisinya. Pagoda ini juga dibangun dengan 60 batu pondasi.Namun saat ini, tidak ada satupun yang tersisa kecuali batu fondasi, tetapi candi ini akan direkonstruksi seperti tampak sebenarnya.
2. Kuil Tongdosa,
Didirikan pada tahun kelima belas saat pemerintahan Ratu Seondeok oleh Biksu Jajang. Ia telah membawa kembali peninggalan Buddha dari Cina ketika dia kembali dari belajar disana. Kemudian mengabadikannya dalam relik yang ada dalam Kuil Tongdosa sebagai fokus utama dari keimanan. Hal ini membuat Tongdosa masuk bagian dari beberapa candi Budha yang tidak memiliki patung Buddha di ruang doa utamanya. Tongdosa dikenal sebagai salah satu dari tiga candi permata Korea, yang mewakili Sang Buddha. Kuil Buinsa sebuah kuil yang berafiliasi dengan Tongdosa dibangun pada abad ketujuh. Kuil ini dibangun saat pemerintahan Ratu Seondeok, di mana ritual peringatan untuk Seondeok masih diadakan setiap tahunnya.
3. Kuil Bomunsa
Dibangun di Pulau Seokmodo, Ganghwado Barat. Di pulau inilah dikatakan telah dibangun Kuil Bomunsa oleh Ratu Seondeok tahun 635. Juga dikatakan bahwa Candi Seondeoksa di Hallasan diberi nama yang berasal dari nama Ratu Seondeok. Selain itu juga ada kuil Mangwolsa yang dibangun pada tahun ke-8 pemerintahan Ratu Seondeok. Kuil ini menghadap ibukota Silla, dan dipercaya telah memberkati Dinasti Silla dengan kemakmuran. Legenda juga mengatakan bahwa Ratu Seondeok telah membangun Kuil Namyang untuk mengabadikan napak tilas Budha di Daegu.
4. Menara Pengamat Bintang, Cheomseongdae,
Sebuah observatori astronomi yang dibangun pada masa pemerintahan Ratu Seondeok. Selain minatnya dengan ajaran Buddha, Ratu Seondeok juga sangat tertarik dengan berbagai budaya daerah, termasuk astronomi dan budaya Cina. Dia memperkenalkan gaun pengadilan Cina dan adat istiadat dan mengirim siswa berbakat dan sarjana dari kerajaan untuk belajar di Cina. Silla juga membantu Korea memperkuat hubungan dengan Dinasti Tang dari Cina, sebuah aliansi yang nantinya akan membantu Silla memenangkanpertempuran melawan Baekje dan Goguryeo. eondeok juga mengirim banyak prajurit Hwarang muda untuk belajar seni bela diri di Cina. Para prajurit ahli inilah yang kemudian membantu Silla untuk mempertahankan diri dari penaklukkan Dinasti Tang Cina.
Seondeok sangat berminat dalam bidang astronomi dan membimbingnya untuk membangun sebuah Menara Bulan dan Bintang, atau yang dikenal dengan nama Cheomseongdae (ditahbiskan sebagai kekayan budaya nomor # 31). Cheomseongdae dibangun pada tahun 634 masehi, dan merupakan observatorium tertua yang ada di Asia Timur. Bangunan ini terletak di ibukota Silla tua di Gyeongju, Korea Selatan.
Bentuk observatorium dianggap mengikuti teori dasar Cina "bulat berarti surga, persegi berarti bumi", bangunan dengan 27 tingkat batu ini (Ratu Seonduk adalah penguasa ke-27 Dinasti Silla) memiliki empat set paralel batu untuk membuat struktur berbentuk persegi di atasnya. Ujung palang sejajar mencuat beberapa inci dari permukaan dan menjadi penyangga sebuah tangga yang digunakan untuk mencapai puncak. Ke-12 batu dasar berbentuk persegi panjang diposisikan mengelilingi observatori itu, tiga batu di setiap sisi, mewakili empat musim dan dua belas bulan dalam setiap tahun.
Legenda tentang Seondeok,
Dipercayai bahwa Seondok dipilih sebagai penerus ayahnya karena kecerdasan dan persepektif yang dimilikinya saat masih kecil. Salah satu cerita yang terkenal menggambarkan, bahwa ketika Seondeok berumur tujuh tahun, ayahnya menerima sebuah kotak biji pohon peony dari kaisar Cina. Hadiah itu disertai dengan sebuah lukisan bunga. Melihat gambar bunga itu, Seondeok mengatakan untuk sementara bunga itu kurang indah karena tidak harum. "Jika bunga itu harum, pasti akan ada kupu-kupu dan lebah yang mengelilingi bunga di lukisan itu." Hasil pengamatannya tentang kurang baiknya bunga peony itu terbukti benar. Inilah salah satu ilustrasi di antara banyak kecerdasan Seondeok, yang menegaskan kemampuannya untuk memerintah
Ada dua cerita lain tentang kemampuan Seondeok yang tidak biasa. Ia bisa melihat kejadian sebelum orang lain. Dalam salah satu cerita dikatakan bahwa Seondok pernah mendengar kodok putih berbunyi di sebuah kolam dekat Gerbang Jade pada musim dingin. Seondok menafsirkan suara kodok ini sebagai serangan yang akan datang dari Kerajaan Baekche di barat laut (katak bernyanyi dipandang sebagai prajurit marah, sedangkan warna putih melambangkan barat dalam astronomi Silla, barat berarti bukit perempuan yang ditafsirkan sebagai gerbang Jade, atau berhubungan dengan perempuan).
Ketika Seondeok mengirim beberapa jenderal ke Lembah Wanita, mereka berhasil menangkap 2.000 tentara Baekje yang sedang beristirahat. Cerita kedua menceritakan tengtang perkiraan Seondeok di hari yang tepat, bahkan sampai ke jam dan menitnya atas kematiannya sendiri di usia 37 tahun. Saat memperkirakan itu, Seondeok meminta dimakamkan di sebuah bukit yang dianggapnya sebagai kaki Nirwana, di bukit Namsan. Tak lama setelah itu, beberapa biksu menafsirkan sebuah cerita dari ajaran Budha, bila diperhitungkan bukit tempat Seondeok dimakamkan adalah benar, sebagai salah satu dari kaki nirwana.
Susunan Keluarga Seondeok.
Seondeok meninggal dunia tanpa memiliki penerus. Mahkota kerajaan pun beralih kepada sepupunya Ratu Jindeok, yang memerintah tahu 647-654 Masehi.
Salah satu saudari Seondeok, Putri Chonmyoung, menikah Kim Yongchun (김용춘, 金龙春), putra Raja Jinju (진지왕, 真 智 王) Silla, yang memerintah 576-579 Masehi. Karena Jinji telah digulingkan, anaknya Kim Yongchun tidak berhak menjadi raja. Namun, Kim Yongchun memiliki peringkat "Tulang Murni"atau Seonggol yang berarti suci. Selain itu ia menikahi seorang putri, yang juga Seonggol, sehingga putra mereka, Kim Chunchu (김춘추 金春秋) dilahirkan dengan keturunan Seonggol. Ketika Ratu Jindeok meninggal dunia tanpa ahli waris , Kim Chunchu-lah yang dipilih sebagai raja ke-29 Silla, dan dikenal sebagai Raja Taejong Muyeol (태종 무열왕 太宗 武 烈 王) yang memerintah pada 654-661 masehi. Ia diceritakan sebagai raja paling melegenda, karena berhasil memimpin penyatuan Tiga Kerajaan Korea.
Berdasarkan beberapa catatan lain, adik Seondeok telah menjadi Ratu Seonhwa dari Baekje. Ia menikahi Baekje Raja Mu (무왕; 武王), yang merupakan raja ke-30 Baekje. Seohwa kemudian melahirkan seorang putra yang nantinya menjadi raja besar yang memerintah kerajaan Baekje, bernama Raja Uija. Ia kemudian digulingkan oleh Silla yang beraliansi dengan Kerajaan Tang di tahun 680 masehi.
Jumat, 13 Mei 2011
Semangat Nasi Kepal Warga Gwangju
Masyarakat Gwangju, Korea Selatan, adalah masyarakat yang besar karena pergerakan demokrasi. Di tempat ini, pada 18 May 1980 terjadi gerakan rakyat melawan pemerintah secara besar-besaran. Saat itu, warga Gwangju menentang pasukan militer di bawah pimpinan Jenderal Cheon Do Hwan, dan Presiden Roh Tae Woo yang akan memberlakukan Konstitusi Yushin (Martial Law) di Gwangju. Akibatnya sekitar 660 masyarakat sipil tewas diterjang timah panas saat melakukan demo di jalanan utama
Kini penduduk Gwangju memiliki tradisi sendiri dalam menyebarkan semangat dan napak tilas gerakan 18 May. Setiap peringatan itu selalu ditandai dengan berbagai festival yang menggambarkan perjuangan dan kejadian berdarah di Gwangju. Mereka sekuat tenaga untuk membantu satu sama lain yang mengalami kesulitan. Salah satu bentuk kepedulian dan bantuan adalah membagikan "nasi kepal" kepada seluruh warga Gwangju.
Keluarga-keluarga dengan perekonomian yang tergolong mampu memasakkan "nasi kepal" untuk warga satu kota Gwangju. Keluarga yang kurang mampu bertugas untuk membagikan nasi kepal ini saat festival. Mereka memastikan tidak ada satupun warga yang terlewat mendapatkan "nasi kepal" ini.
Tradisi ini amat dijaga oleh warga Gwangju, karena "Nasi Kepal" adalah lambang perjuangan mereka saat pergerakan. Para pendahulu mereka yang berperang melawan militer memasak "nasi kepal" untuk ransum para pejuang. Padahal saat itu, Gwangju merupakan kota termiskin di Korea Selatan. Tapi kini, setelah perjuangan 18 May terjadi, Gwangju menjadi kota termaju dari 5 kota terbesar di Korea. Bahkan, Gwangju memiliki bandara internasional sendiri.
Satu tokoh terkenal yang lahir di kota ini adalah Presiden Kim Dae Jung. Saat pergerakan di Gwangju terjadi, Dae Jung-lah orang yang memimpin perlawanan baik secara gerilya maupun politik terhadap Jenderal Cheon Doo Hwan dan Presiden Roh Tae Woo. Ia hampir dihukum mati dan dibunuh dua kali oleh rezim. Setelah perang sipil dan militer di Gwangju berakhir, Dae Jung naik menjadi Presiden.
Di bawah kepemimpinan Kim Dae Jung, selama dua periode, Korea Selatan dan Korea Utara hampir saja mengakhiri perang saudara. Dae Jung-lah satu-satunya presiden Korea Selatan yang mampu membujuk Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Il untuk duduk satu meja dan melakukan perundingan. Tidak heran bila Ia diganjar nobel perdamaian karena kebijakan "Sunset Policy" untuk saudara tuanya Korea Utara.
Kini penduduk Gwangju memiliki tradisi sendiri dalam menyebarkan semangat dan napak tilas gerakan 18 May. Setiap peringatan itu selalu ditandai dengan berbagai festival yang menggambarkan perjuangan dan kejadian berdarah di Gwangju. Mereka sekuat tenaga untuk membantu satu sama lain yang mengalami kesulitan. Salah satu bentuk kepedulian dan bantuan adalah membagikan "nasi kepal" kepada seluruh warga Gwangju.
Keluarga-keluarga dengan perekonomian yang tergolong mampu memasakkan "nasi kepal" untuk warga satu kota Gwangju. Keluarga yang kurang mampu bertugas untuk membagikan nasi kepal ini saat festival. Mereka memastikan tidak ada satupun warga yang terlewat mendapatkan "nasi kepal" ini.
Tradisi ini amat dijaga oleh warga Gwangju, karena "Nasi Kepal" adalah lambang perjuangan mereka saat pergerakan. Para pendahulu mereka yang berperang melawan militer memasak "nasi kepal" untuk ransum para pejuang. Padahal saat itu, Gwangju merupakan kota termiskin di Korea Selatan. Tapi kini, setelah perjuangan 18 May terjadi, Gwangju menjadi kota termaju dari 5 kota terbesar di Korea. Bahkan, Gwangju memiliki bandara internasional sendiri.
Satu tokoh terkenal yang lahir di kota ini adalah Presiden Kim Dae Jung. Saat pergerakan di Gwangju terjadi, Dae Jung-lah orang yang memimpin perlawanan baik secara gerilya maupun politik terhadap Jenderal Cheon Doo Hwan dan Presiden Roh Tae Woo. Ia hampir dihukum mati dan dibunuh dua kali oleh rezim. Setelah perang sipil dan militer di Gwangju berakhir, Dae Jung naik menjadi Presiden.
Di bawah kepemimpinan Kim Dae Jung, selama dua periode, Korea Selatan dan Korea Utara hampir saja mengakhiri perang saudara. Dae Jung-lah satu-satunya presiden Korea Selatan yang mampu membujuk Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Il untuk duduk satu meja dan melakukan perundingan. Tidak heran bila Ia diganjar nobel perdamaian karena kebijakan "Sunset Policy" untuk saudara tuanya Korea Utara.
Rabu, 16 Maret 2011
Raja Bersosok Langit (I)
Sejong The Great dan Penciptaan Hangul
Raja Sejong dari Korea adalah raja multi talenta yang hampir memiliki semua kemampuan seorang sempurna seorang Raja. Pemimpin keempat semasa pemerintahan Dinasti Joseon ini dipercaya rakyatnya sebagai Raja yang diutus langit. Tidak hanya pandai dan memiliki startegi militer yang efektif, Raja Sejong juga diberkahi kecerdasan gemilang di bidang ilmu pengetahuan.
Dilahirkan pada 1397, Sejong The Great yang memiliki nama asli Yido telah menciptakan karya besar dan abadi bagi rakyat Korea, Huruf Hangul. Inilah aksara yang dikemudian hari terus digunakan bangsa Korea untuk menulis ataupun membaca. Inilah aksara yang menggantikan aksara Cina yang dianggap selalu gagal mengekspresikan emosi rakyat Korea dalam tulisan.
Raja Sejong selalu mengatakan pada rakyatnya, bahwa aksara yang digunakan dalam bahasa Korea sama sekali berbeda dengan aksara yang digunakan dalam bahasa Cina. Maka di tahun 1446, untuk pertamakalinya Raja Sejong mempublikasikan 28 huruf Hangul dan berhasil membukukannya dalam kitab Hunim Jeongeum. Hangul pun dikenal sebagai huruf yang diciptakan dengan cara paling scientis sepanjang sejarah asia.
Inilah huruf yang diciptakan pertama kali melalui penelitian medalam.Sebelum menciptakan huruf-huruf ini Sejong melakukan riset besar dengan cara meneliti, menghampiri, bahkan memegang sendiri rahang ataupun mulut rakyatnya. Ia melihat bagaimana sebuah huruf diucapkan, dan dari mana suara huruf tersebut berasal. .
Ia pula yang mengumpamakan huruf Hangul diwakilkan oleh tiga bentuk utama penunjang pemerintahan yaitu, Manusia (Saram) diperuntukkan bagi huruf yang ditulis berdiri (ex: ᅵᅡᅥᅧᅣ), Bumi (Jigu) diperuntukkan bagi huruf yang ditulis melintang atau tidur (ex: ᅳᅮᅲᅩᅳ) dan Langit (Haneul) diperuntukkan bagi huruf yang ditulisnya menggunakan garis di samping atau di bawah (ex: ᅮᅲᅩᅡᅥᅧᅣ).
Raja Sejong pula yang berhasil menggambarkan beberapa huruf sesuai dengan letak dimana suara huruf itu berasal. Misalnya, bentuk huruf ᆨ(ga/ka) yang menggambarkan jalan keluar suara "K" antara langit-langit dan tenggorokan. Atau pula huruf ᄆ(ma) atau ᄇ(ba) yang merupakan gambaran mulut manusia ketika mengucapkan dua aksara itu.
Hanya itu sepenggal sejarah yang bisa saya tuliskan sedikit mengenai Sejong dan penciptaan huruf nasional Korea, Hangul. Mudah-mudahan ditulisan selanjutnya saya bisa menggamblangkan bagaimana karya-karya spektakuler Sang Raja bersosok langit itu. Kenapa saya menyebutnya dengan Raja bersosok langit? walau dia duduk di bawah, bercampur baur dengan rakyat jelata, ia tetap langit. Bagaimanapun, di atas langit ada langit, tapi langit tidak pernah jatuh ke bumi, dan Sejong adalah langit bagi saya.
Selasa, 18 Januari 2011
Cheomseongdae Si Menara Penangkap Bintang
Kembali menceritakan Gyeongju, kota tua tempat kerajaan Silla pernah berkuasa terdapat menara pengamat bintang tertua di Asia Timur bernama Cheomseongdae. Dibangun saat pemerintah Ratu Seondeok tahun 632-649Masehi. Menara ini membantu petani mengamati pergantian musim, berdasarkan perubahan formasi bintang.
Dilihat dari mata biasa, situs sejarah nomor 33 yang didaftarkan ke UNESCO World Herritage oleh pemerintah Korea ini tampak biasa-biasa saja. Tidak ada yang istimewa selain bentuknya yang seperti vas bunga. Tapi bila dihitung secara seksama, jumlah batu yang disusun tanpa perekat itu memiliki konstruksi yang simetris hingga berdiri kokoh setinggi 9,4 meter.
Keunikan lain, jumlah susunan batu melingkar di bagian atas bangunan ini mencapai 27 buah. Susunan itu diasosiasikan sebagai urutan Ratu Seondeok, sebagai pemimpin ke 27 Dinasti Silla. Sedangkan secara vertikal, dari tengah ke bawah, 12 batu besar yang menjadi pondasi bangunan itu diasosiasikan sebagai jumlah tahun dalam perhitungan kalender Cina.
Menurut kitab Sejarah Samguk Sagi dan Samguk Yusa, Ratu Seondeok merupakan pemimpin perempuan pertama Korea dan menjalankan pemerintahan berdasarkan ilmu pengetahuan. Di jaman Ratu Seondeok perhitungan ilmu alam diterapkan dalam mengolah lahan pertanian.
Maka sejak dibangun menara pengamat bintang itu, hasil pertanian di Gyeongju melimpah ruah. Hingga sekarang, pertanian menjadi sumber mata pencarian utama masyarakat Gyeongju, selain industri pariwisata.
Langganan:
Postingan (Atom)